Langsa-Komisi Yudisial RI menggelar Diskusi Publik dengan tema “Penguatan Wewenang, Tugas dan Fungsi Komisi Yudisial Dalam Rangka Menjaga Integritas Hakim”. Kegiatan dilaksanakan di Aula Biro I Universitas Samudra (Unsam) dimulai pukul 09.00 Wib. Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan Komisi Yudisial guna mensosialisasikan wewenang Komisi Yudisial ke setiap Perguruan Tinggi di Indonesia, dimana tahun ini terpilih adalah Universitas Samudra. (13/11/2023)
Pemateri Diskusi Publik tersebut yaitu, Dr. Fuadi, S.H.,M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudra dan H. Muhammad Nasir Djamil, M.Si, Anggota Komisi III DPR RI, dengan Moderator Dr. Banta Cut, S.T.,M.T. Diskusi Publik diikuti oleh segenap tamu undangan yang hadir secara langsung ataupun mewakili dari unsur muspida; Pj. Walikota Langsa, Pj. Bupati Aceh Timur, Pj. Bupati Aceh Tamiang; Kapolres Langsa, Kapolres Aceh Timur, Kapolres Aceh Tamiang; Komandan Kodim 0104 Aceh Timur, Komandan Kodim 0117 Aceh Tamiang; Kepala Kejaksaan Negeri Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang; Sekretaris Daerah Kota Langsa; Kepala Lembaga Bantuan Hukum di wilayah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang;
Kemudian, Para Dekan, Wakil Dekan, di lingkungan Universitas Samudra, dari Universitas Sains Cut Nyak Dhien Langsa, serta para dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samudra.
Mengawali sambutannya, Kepala Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal Komisi Yudisial Republik Indonesia, R. Adha Pamekas, S.Kom., M.Si menyampaikan, Komisi Yudisial merupakan lembaga yang lahir dari tuntutan reformasi yang berujung pada proses amandemen ke-tiga Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang melahirkan pasal 24 b, yang mencantumkan dan mengatur wewenang tugas serta kedudukan Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim.

Lebih lanjut, wewenang dan tugas Komisi Yudisial dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang kemudian dilakukan perubahan agar dapat lebih mengoptimalkan tugas dan fungsi Komisi Yudisial serta memenuhi tuntutan dan pertimbangan dinamika masyarakat, maka kemudian lahirlah Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial dalam menjalankan wewenang dan tugasnya mencakup seluruh jenjang hakim, berikutnya juga hakim agung, hakim Ad Hoc, hakim pengadilan tinggi dan hakim pengadilan. Dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya yang mencakup seluruh wilayah Indonesia tersebut, Komisi Yudisial senantiasa mengajak peran serta masyarakat, aparat penegak hukum, LSM, NGO, dan juga Perguruan Tinggi ataupun Universitas yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia, antara lain dalam pengawasan hakim, seleksi calon hakim agung, penelusuran rekam jejak calon hakim agung, dan juga tugas tugas lain yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial.
Dengan segala dinamika yang selama ini terjadi Komisi Yudisial tetap selalu berusaha untuk melaksanakan wewenang dan tugasnya secara maksimal, mengoptimalkan layanan publik dan mewujudkan Komisi Yudisial sebagai lembaga mandiri yang harus dijaga independensinya dari intervensi cabang kekuasaan lain.
“Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati, acara diskusi yang dilaksanakan pada hari ini kami mengharapkan masukan, pendapat dan juga kritik dari bapak ibu yang hadir dalam acara forum ini untuk penguatan Komisi Yudisial secara Kelembagaan dan Kewenangan dalam rangka menjaga integritas hakim untuk mewujudkan pengadilan yang bersih.”
“Dengan adanya masukan dari bapak ibu semua diharapkan akan dapat lebih menguatkan wewenang dan tugas kami di Komisi Yudisial sebagaimana diamanahkan dalam undang undang dasar negara RI tahun 1945. Untuk lebih mendekatkan diri kami kepada masyarakat dan juga dalam rangka menjaring komunikasi serta pelayanan publik, Komisi Yudisial telah memiliki 20 kantor penghubung yang salah satunya ada di Propinsi Aceh, yang berkedudukan di Banda Aceh.”
“Sebelum saya akhiri, izinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada Universitas Samudra Prodi Fakultas Hukum yang telah mengatur penyelenggaraan acara ini. Apresiasi setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada bapak bapak narasumber yang berkenan menyampaikan materi serta mahasiswa, bapak ibu yang menyempatkan hadir dalam Diskusi Publik ini.”
Rektor Universitas Samudra, Prof. Dr. Ir. Hamdani, M.T.,IPM diwakili Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Dr. Drs. Rachmatsyah,M.Pd menyambut baik kegiatan ini dan mengatakan, bahwa dalam menjalankan tugas harian, Komisi Yudisial sekarang ini menjadi penyangga moral dan etika khususnya bagi seluruh aparat pengadilan di negeri kita. Di Pengadilan, hakim adalah sosok yang selalu diharapkan untuk dapat memberikan rasa keadilan yang setinggi-tingginya.
“Artinya hakim adalah dipandang sebagai sosok yang layak diberi kepercayaan dan sekaligus juga sebagai bentuk kepasrahan masyarakat dalam mendapatkan keadilan. Tugas yang mulia itu tentu saja tidak mudah, perlu adanya dukungan penuh dari semua pihak. Oleh karena itu melalui diskusi ini marilah kita semua bersatu dalam memberikan masukan, saran serta kritik-kritik yang konstruktif guna mengawal keadilan di negeri kita”.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas sesungguhnya merupakan kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Dalam rangka meningkatkan keterbukaan inilah mari sama sama kita jelajahi cara cara berpikir yang konstruktif untuk mendekatkan Komisi Yudisial dengan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap perilaku etik hakim akan turut menjadi landasan yang kokoh bagi kemajuan sistem peradilan kita yang adil dan transparan.
“Harapannya forum diskusi ini nantinya akan lebih bernilai khususnya dalam membangun kerjasama dan sinergisitas antara Komisi Yudisial, praktisi hukum dan kita sebagai pihak akademisi serta masyarakat umum yang membutuhkannya”.
Dr. Fuadi,S.H.,MH dalam presentasinya dengan judul Peran Perguruan Tinggi Dalam Mendukung Penguatan Kelembagaan Komisi Yudisial Dalam Rangka Menjaga Integritas Hakim, menguraikan, sebagai akademisi, bahwa perguruan tinggi dalam hal ini Fakultas Hukum dengan prodinya Ilmu Hukum memainkan peran yang sangat penting dalam mencetak calon-calon hakim, jaksa, advokad dan jasa profesional lainnya, semua yang duduk di kelembagaan lembaga negara yang berkaitan dengan hukum itu lahir dari perguruan tinggi.
“Kiprah perguruan tinggi sangat penting di dalam membentuk kader-kader intelektual yang menduduki jabatan tadi. Kemudian perguruan tinggi dapat berkontribusi menghasilkan lulusan yang memahami dan menghormati prinsip-prinsip keadilan. Itu prioritas, itu tertuang semuanya di dalam kurikulum”.
Perguruan tinggi bisa berperan dalam penguatan Komisi Yudisial yang pertama melalui Pendidikan, yang kedua Penelitian, dan ketiga Pengabdian Kepada Masyarakat. Melalui penelitian hukum perguruan tinggi menghasilkan Luaran berupa jurnal, buku, disertasi, dan lainnya yang semuanya sangat bermanfaat. Disini menjadi sebuah persoalan bahwa di Indonesia masih sangat kurang pemanfaatan hasil suatu research. Jauh berbeda dengan negara maju dimana hasil research didokumentasikan dengan baik dan diimplementasikan dalam kehidupan.
“Padahal hasil research perguruan tinggi membludak, baik dalam bentuk Thesis, Disertasi, Jurnal, dan karya ilmiah lainnya, tetapi hasil penelitian jarang dimanfaatkan. Ini salah satu kelemahan kita, Ini saya kira harus dirobah polanya”.
“Dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, saya berharap kepada Komisi Yudisial, kepada sekjen adanya satu jurnal, dimana para dosen akan bisa berkontribusi melalui penelitian-penelitian yang bisa dikirimkan melalui kesektariatan Komisi Yudisial, mungkin ini saran saya untuk ke depannya”.
Tugas perguruan tinggi yang lain adalah melakukan advokasi, rekomendasi dan kebijakan. Perguruan tinggi dapat berperan dalam memberikan rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah dan Komisi Yudisial untuk memperkuat integritas hakim termasuk penyusunan atau penyempurnaan peraturan kode etik. Perguruan tinggi bisa berperan sebagai konsultan dapat memberikan saran, dalam hal menjaga integritas hakim. Kemudian membangun kemitraan kerjasama antar perguruan tinggi dengan lembaga lembaga yudisial dapat menciptakan platform untuk berbagai pengetahuan dan pengalaman dalam rangka menjaga dan meningkatkan integritas hakim.
Muhammad Nasir Djamil, M.Si, dalam penyampaian materinya, yaitu Wewenang dan Tugas Komisi Yudisial Dalam Rangka Menjaga Integritas Hakim Dan Independensi Kekuasaan Kehakiman, menjelaskan, bahwa salah satu dari enam tuntutan reformasi 1998 adalah penegakan supremasi hukum, dan itu adalah poin pertama, karena di masa jatuhnya Orde Baru, hukum sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Seperti disebutkan sebelumnya, Komisi Yudisial bisa melakukan MoU dengan perguruan tinggi dalam konteks menganalisa. Dicontohkan, universitas-universitas ternama di Belanda sering melakukan Eksaminasi untuk menguji, memeriksa terhadap surat dakwaan jaksa dan putusan pengadilan dan diserahkan ke mahkamah agung sebagai rujukan bagi mahkamah agung untuk melakukan mutasi para hakim.
“Jadi eksaminasi ini penting, agar kemudian mahkamah agung dalam rangka rekruitmen, mutasi, promosi, atau demosi itu objektif berbasis bukti.” Penegakan Supremasi Hukum itu butuh perguruan tinggi. Perguruan tinggi untuk mengawal penegakan hukum. Perguruan tinggi adalah penjaga peradaban. Peradaban hukum harus dijaga dan ini diserahkan pada perguruan tinggi. Oleh karena itu, kita berharap dari masukan masukan dalam Diskusi Publik di Unsam ini, mengingatkan kita bahwa hukum di negeri kita masih perlu dikaji kembali. Integritis itu harus dijaga, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan sampai kepada lembaga pemasyarakatan. Ini adalah moment kita untuk menguatkan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim di Indonesia demi terwujudnya peradilan yang bersih dan berwibawa. (Humas Unsam11)